Pancasila adalah ideologi bangsa
Indonesia yang sampai saat ini masih kita anut. Dalam butir-butir Pancasila
sudah mencakup segala aspek kehidupan manusia. Jadi tak salah jika bangsa
Indonesia menjunjung tinggi Pancasila. Seiring berjalannya waktu, semakin
modernnya zaman, nilai-nilai Pancasila dalam diri masyarakat Indonesia seakan
luntur. Cara pandang dan gaya hidupnya pun juga berubah. Tak ada lagi memandang
negeri sendiri, budaya luar yang lebih menarik pun bisa langsung ditanamkan
dalam diri, tanpa harus disaring terlebih dahulu.
Salah satunya sifat konsumerisme,
yaitu gaya hidup yang menganggap barang-barang (mewah) sebagai ukuran
kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya. Harusnya sifat konsumerisme tidak
boleh ada dan tumbuh dalam diri masyarakat, karena hanya akan membuat
masyarakat boros. Tapi sifat inilah yang sekarang menghinggapi kebanyakan
masyarakat Indonesia. Semua-semuanya diukur dengan kekayaan atau harta benda,
sehingga ada gengsi yang muncul ketika membeli barang-barang dengan harga
murah.
Sifat konsumerisme juga menjadi
tantangan untuk tetap menegakkan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Dalam sila
ke-2 disebutkan bahwa “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, namun keadilan di
negeri ini sepertinya hanya milik orang-orang berduit. Mereka bisa membeli
hukum di Indonesia dengan uang-uang mereka, sehingga keadilan seakan tak
berpihak pada orang-orang miskin. Kemudian adab / tingkah laku masyarakat
Indonesia yang konsumerisme mencontoh sifat orang-orang luar negeri, tidak
mencerminkan kehidupan yang seperti diinginkan dalam Pancasila.
Seharusnya Pancasila lebih
ditanamkan lagi pada diri masyarakat Indonesia. Cara pandang, bersikap, dan
berpikir masyarakat Indonesia harus didasarkan pada Pancasila. Sehingga dalam
menerima dan mengadopsi budaya luar terlebih dahulu disaring dan dipilah, agar
tak melenceng dari norma dan nilai yang berlaku di Indonesia. Jadi tak
semena-mena langsung menanamkan budaya luar dalam diri begitu saja dan
masyarakat Indonesia tetap mempunyai pribadi seperti pada sila-sila dalam
Pancasila.
0 komentar:
Posting Komentar