“PERWIRA LANUD HAJAR WARTAWAN DAN WARGA – SEKITAR 30
menit setelah kejadian, lokasi jatuhnya pesawat dijaga ketat oleh sekitar 50
personel Paskash TNI-AU dan PM Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru. Pengamanan
oleh TNI-AU dianggap berlebihan. Saat mereka akan mensterilkan lokasi kejadian
yang mulai dipadati warga, beberapa wartawan dan masyarakat yang mencoba
mengabadikan gambar diusir dan dipukuli.”
- Jawa pos Rabu,
17 Oktober 2012
Penguasa. . Oh. . Penguasa. .
Seakan tak punya hati dan belas kasih.
Di negeri yang “katanya” makmur ini, orang yang punya jabatan dan banyak uang
bisa semena-mena pada orang biasa. Wartawan dan warga sipil pun telah jadi
korban dari perlakuan tidak mengenakan oleh personel Paskhas TNI-AU. Tak
sadarkah mereka, jika mereka itu digaji oleh negara, sedangkan uang negara
itupun dari pajak yang dibayarkan masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat yang
mereka aniaya itulah yang membiayai hidup mereka dan keluarganya.
Tapi amat disayangkan, hanya karena
ingin menjaga kesatuan korpsnya, mereka bertindak anarkis. Wartawan yang ingin
meliput kejadian jatuhnya pesawat tempur diusir, dirampas kameranya, dan
dipukuli. Padahal itu memang pekerjaan seorang wartawan, mencari berita hangat
yang baru saja terjadi untuk diinformasikan kepada masyarakat luas. Namun tak
ada toleran dari para personel Paskhas TNI-AU tesebut, langsung saja mereka
main hakim sendiri, serasa mereka paling berkuasa di negeri ini.
Lebih disayangkan lagi, para personel
Paskhas TNI-AU juga mengusir dan memukuli warga yang berada disekitar tempat
kejadian jatuhnya pesawat tempur. Sungguh malang benar nasib warga tersebut,
maksud hati ingin melihat lebih dekat, ingin mengetahui lebih jauh, dan ingin
mengambil gambar dari kejadian itu, tapi juga dijadikan korban semena-menanya
para personel Paskhas TNI-AU.
Seharusnya jika mereka ingin
menyeterilkan tempat kejadian jatuhnya pesawat tempur, bukan dengan cara
mengusir dan memukuli seperti itu. Mereka juga punya wibawa, ada cara lain yang
lebih terhormat sehingga tak sampai mencoreng kesatuan korps mereka. Mungkin
bisa dengan cara memberi garis pembatas yang tidak boleh dilewati sembarang orang,
menempatkan para personel Paskhas TNI-AU di setiap sudut tempat kejadian, memberi
informasi yang jelas dan tegas kepada masyarakat maupun wartawan untuk tidak
mendekat maupun mengambil gambar di sekitar tempat kejadian, karena masih dalam
penyelidikan atau masih dalam status bahaya, dan cara-cara lainnya. Dengan
begitu, TNI-AU mempunyai wibawa dan tetap terhormat di mata masyarakat
Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar